Nungki
Kusumastuti S.Sn., M.Sos.
Apakah yang dimaksud
dengan tari? Apakah gerak yang ritmis sudah bisa disebut sebagai tari? Apabila
seseorang bergerak mengikuti irama tertentu atau dengan irama tertentu , maka
dapat dikatakan ia menari? Lalu bagaimana dengan iringan itik di pematang pada
sore hari saat menuju kandangnya, yang nampak berlenggak-lenggok dengan irama tertentu?
Apakah dapat dikatakan itik-itik tersebut sedang menari atau gerakannya itu
dapat disebut sebagai tari? Bila diamati sepintas, tampak dengan jelas bahwa
didalam setiap tari pasti ada gerakannya. Selain itu gerak beraneka ragam itu,
diantara satu dengan yang lain menjadi berbeda karena perbedaan ritme
didalamnya. Dengan demikian maka secara garis besar, didalam tari gerak merupakan elemen utama, dan ritme merupakan elemen kedua. Namun ternyata batasan ini bisa juga
diterapkan untuk setiap tingkah laku manusia yang mengandung gerak dan ritme
misalnya, orang berjalan, mendayung, berkelahi, dan sebagainya. Berangkat dari
adanya sekian banyak kategori tingkah laku manusia yang mengandung gerak dan
ritme itu, perlu dibedakan antara gerak yang bisa dikategorikan sebagai gerak
tari dan gerak yang tidak termasuk dalam kategori gerak tari. Gerak yang bisa
dikategorikan dalam gerak tari adalah gerak yang telah diubah, digarap, yang
dalam disiplin tari lazim disebut telah mengalami distorsi atau stilisasi, sehingga
gerak tersebut bisa menyentuh perasaan manusia yang melihatnya atau oleh
kebanyakan orang bentuk gerak tersebut dikatakan indah. Meski perkataan ‘indah’
tersebut relatif, bukan diartikan sempit. Jadi bentuk gerak yang halus, kasar,
keras, lembut dan sebagainya, bisa dikatakan ‘indah’ apabila mampu menyentuh
atau bahkan menggetarkan perasaan orang yang melihatnya. Dengan demikan apakah
semua gerak indah yang ritmis, sudah dapat diakatakan sebagai tari? Telah
banyak ahli tari, antropologi, musik, sejarah, psikologi, filsafat yang
berusaha membuat batasan tentang tari. Dalam membuat batasan tari, ahli-ahli
tersebut seringkali dipengaruhi oleh dudut pandang atau bekal pengetahuan yang
paling dikuasainya. Dari sekian banyak batasan tari itu terdapat unsur-unsur
dan ciri-ciri dalam tari yang hampir
selalu disebut, walau dengan cara penyajian yang berbeda. Unsur dalam tari
tersebut adalah gerak, ritme, ruang, pesan, dan nilai estetis. Adapun ciri-ciri
yang terkandung dalam tari antara lain : ekspresi
manusia secara artistik gerak yang dilakukan oleh manusia yang bukan aktifitas
gerak keseharian gerak yang berpola dan berbentuk gerak stilisasi bersifat
ritmis didalam ruang disusun dengan maksud tertentu mengandung simbol-simbol, nilai-nilai
dari ciri-ciri dan
unsur-unsur tersebut, batasan tentang tari dapat dikemukakan sebagai berikut : Tari adalah
ekspresi manusia yang diwujudkan dalam rangkaian gerak yang bukan aktifitas
gerak keseharian, disusun secara artistik dalam ruang berdasar ritme tertentu
untuk menyampaikan pesan dan maksud tertentu, secara simbolik. Kemudian dapat
ditambahkan lagi bahwa hasil yang terungkap itu dikenali sebagai tari oleh
masyarakat pendukungya. Selain
itu perlu diperhatikan bahwa apa yang disebut dengan tari itu dalam artian tari
yang berfungsi sebagai tontonan atau tari sebagai seni pertunjukan. Sedangkan
tari yang berfungsi ritual dan hiburan pribadi, tidak sepenuhnya tersentuh oleh
batasan itu. Rangkaian gerak tubuh manusia yang bukan merupakan gerak
keseharian, adalah gerak yang sudah melelui proses penggarapan sehingga
tercipta sebuah komposisi gerak. Penggarapan gerak dilakukan melalui proses
stilisasi atau distorsi gerak sehari-hari sehingga menjadi gerak tari. Bisa
juga gerak yang digarap tidak dari gerak sehari-hari melainkan melalui
pencarian dari berbagai elemen gerak yang semata-mata digarap untuk tujuan
estetis. Batasan atau pengertian tentang
tari tersebut seringkali tidak lepas dari unsur-unsur lain yang turut mendukung
seperti adanya unsur cerita, dialog, nyanyian, dialog dan nyanyian, akrobatik,
demonstrasi kekebalan dan sulapan. Jenis-jenis
Tari di Indonesia menurut Pola Garapan atau Koreografinya Tari Tradisional (Tari Klasik Tari Non Klasik ) Tari
Eksperimental (Tari Eksperimental Folklorik Tari Eksperimental non Folklorik) Tari Kreasi Baru
Tarian Tradisional Yaitu tarian yang telah ada dari kurun
waktu tertentu, dilakukan secara berulang sedikitnya dua generasi , tetap
bertahan hingga sekarang dan senantiasa berpegang pada pola-pola serta
aturan-aturan yang sudah ada. Tari
Klasik Yaitu tarian yang telah mengalami kristalisasi keindahan yang tinggi,
penggarapan geraknya mempunyai pola-pola dan ukuran-ukuran keindahan yang telah
terbukti melampaui batas-batas daerah dan zaman. Tarian ini mempunyai
perbendaharaan gerak yang antara gerak satu dengan yang lain harus diatur dan dihubungkan dengan suatu cara
yang telah ditentukan atau berstandar. Tari klasik biasanya berkembang dan
dipelihara di lingkungan istana raja-raja dan bangsawan. Contoh :
Tari Bedaya, Serimpi dari Kraton Yogyakarta dan Surakarta. Tari Non
Klasik (folklorik) Tarian yang gerak tarinya biasanya tidak berstandar
karena sekedar cukup untuk memberikan aksen kepada peristiwa-peristiwa yang
menjadi tujuannya dengan tema yang ditetapkan sesuai dengan peristiwa tersebut.
Tarian non-klasik biasanya tumbuh dan berkembang dilingkungan rakyat sehingga
sering disebut sebagai tari ‘rakyat’ Contoh : Ketuk Tilu (Jawa Barat), Tayuban
(JawaTengah) Tari Eksperimental Tari
Eksperimental Non Folklorik Yaitu tari yang penggarapannya sama sekali sudah
tidak menggunakan unsur-unsur tari tradisional suatu suku bangsa atau tidak
lagi mengikuti ketentuan yang ada dalam tari tradisional Tari Eksperimental
Folklorik Yaitu tari yang penggarapannya menggunakan unusr-unsur tradisional
suatu suku bangsa, tetapi baru dan eksperimental dalam penyusunannya atau
penggarapannya. Contoh : Dongeng dari Dirah (Sardono W Kusumo), tari karya
Jecko Siompo Tari Kreasi Baru adalah tari tradisional baik klasik maupun non
klasik yang sudah dikreasikan sehingga menjadi bentuk yang baru Misal : Karya Bagong Kussudiardjo, Didik Nini
Thowok, NL Swasti Wijaya B Jenis-jenis Tari di Indonesia Menurut Fungsinya Tari Upacara (Tari
Non Keagamaan / Non Ritual Tari Keagamaan (Ritual) Tari Hiburan Tari Pertunjukan Tari Upacara Yaitu tari-tarian yang biasanya dipakai masyarakat
untuk tujuan magis, seperti mempengaruhi alam dan sebagai media komunikasi
dengan makhluk gaib yang ada di sekelilingnya. Contoh Tari Rejang, Tari Pendet
dari Bali, ditarikan di Pura untuk menyambut kedatangan dewa-dewa ke pura
(dalam acara Hindu-Dharma) Misalnya tari-tarian yang dilakukan pada waktu upacara adat,yang
dilakukan seorang laki-laki dewasa yang akan menginjak masa kedewasaannya,
seperti di Irian atau di Sulawesi Tari Hiburan Merupakan tari-tarian yang menitikberatkan pada segi
hiburan, umumnya merupakan tarian pergaulan, yaitu tarian yang berfungsi
sebagai media berkomunikasi antar anggota masyarakat. Tari pergaulan umumnya
dilakukan berpasangan wanita dan laki-laki. Pada zaman masyarakat feodal
penari-penari perempuan yang berfungsi sebagai penghibur bagi kaum laki-laki.
Hal mana penari perempuan kebanyakan berasal dari golongan masyarakat rendah
dan kaum laki-lakinya dari golongan bangsawan, atau orang kaya serta penari
perempuan mendapat kedudukan yang sederajat dengan laki-laki. Tarian pergaulan merupakan hiburan dari kedua
belah pihak, contoh : Tari Joged (Bali) Ledhek (Jawa), Jaipongan (Jawa
Barat). Adapun tari-tarian yang
ditarikan di diskotik merupakan tari
hiburan pribadi Jenis-jenis Tari di Indonesia menurut Isi atau Temanya Tari Pantomim Tari Erotik Tari Kepahlawanan Dramatari
Tari Pantomim Yaitu tarian
yang merupakan gerak-gerak dari obyek-obyek yang terdapat di luar diri manusia.
Pada masyarakat primitif (purba), tarian pantomim merupakan tarian menirukan
gerak-gerak alam atau binatang. Misal tarian meminta hujan, dalam tarian
tersebut manusia berusaha untuk menirukan gerak-gerak hujan yang turun. Tarian
berburu, pada zaman masyarakat primitif waktu akan berburu binatang selalu
mengadakan tarian yang menirukan gerak dari binatang yang akan diburu. Tari
Erotik Yaitu tarian
yang mengandung isi yang erotis atau percintaan. Tari-tarian hiburan dari zaman
masyarakat feodal hampir semuanya termasuk tarian erotik karena di dalamnya
mengandung unsur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Contoh tari Gatotkaca
Gandrung, Klana Topeng dari Jawa Tengah, Tari Oleg Tambulilingan dari Bali,
Tari Maengket dari Manado. Tari Jaipongan dari Jawa Barat Tari Kepahlawanan Yaitu tarian
yang menggambarkan kepahlawanan seseorang atau sekelompok orang yang
menggambarkan perang antara tokoh-tokoh tertentu. Contoh Tari Seudati dari
Aceh, Tari Mandau dari Kalimantan, Tari Baris dari Bali. Dramatari Dramatari paling berkembang di Indonesia adalah di
Jawa, ada yang berdialog tembang, berdialog Jawa Prosa, atau tanpa dialog dan tembang
tetapi memakai tanda-tanda gerak dan ekspresi wajah untuk berbicara yang
populer disebut sendratar Selain jenis-jenis tari yang telah disebutkan, sejak
zaman masyarakat primitif (purba) sampai dengan sekarang, di Indonesia dikenal
dengan adanya tari Topeng yaitu tarian yang pelakunya menggunakan topeng.
Topeng yang digunakan tersebut baik untuk melambangkan orang yang sudah mati
atau leluhur maupun untuk melindungi mereka dari roh jahat. Topeng juga
digunakan untuk menjadi penghubung dengan leluhur, untuk menarik kekuatan gaib
sebagai penolong. Adapun jenis topeng yang terdapat di Indonesia adalah :
Topeng makhluk dongeng Topeng wajah yang
digayakan Topeng wajah nyata Topeng
makhluk dongeng raksasa atau lambang marga dari mitos, dianggap sebagai sumber
perlindungan bagi masyarakat yang memelihara bentuk budaya purba. Contoh tari
yang menggunakan jenis topeng ini di Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Bali. Jika
memperhatikan tumbuh-kembangnya tari-tarian di Indonesia, maka tari-tarian
sudah ada sejak zaman masyarakat primitif (purba), hal mana pada masa ini
Indonesia belum mengenal tulisan. Tari-tarian lebih berfungsi sebagai upacara
ritual sesuai dengan kepercayaan yang ada yaitu animisme dinamisme, shamanisme
ataupun totemisme. Selain diduga pada masa itu diperoleh dari gambar
(peninggalan) di gua-gua ataupun di nekara. Pada zaman Indonesia Hindu/Budha
hal mana masyarakat Indonesia sudah mengenal tulisan, data tentang tari
diperoleh dari relief di candi-candi (Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi
Sewu, Candi Kalasan), prasasti atau batu bertulis (prasasti Taji, Prasasti
Jaha), karya sastra (Ramayana, Arjuna Wiwaha, Negara Kertagama, Pararaton). Tarian
pada masa ini berfungsi Tari sebagai bagian dari ritus Tari sebagai bagian untukmendapatkan
kesenangan Tari sebagai pelengkap kebesaran seseorang atau suatu lingkungan Pada
masa itu tari-tarian banyak bertumbuh dan dipelihara di istana-istana kerajaan
dan di tempat-tempat para bangsawan selain juga dilingkungan rakyat kebanyakan.
Pada zaman Indonesia Islam, tarian tidak
merupakan bagian dari upacara keagamaan seperti halnya Zaman Indonesia Hindhu/Budha. Terdapat tiga macam
hubungan Islam dalam Tari : Bentuk-bentuk
tari yang sudah ada sebelum Islam masuk yang kemudian berubah dengan adanya
pengaruh Islami. Misal : Tari Golek Menak (Yogyakarta)Tari Baru yang ketika
diperkenalkan di Indonesia sudah bermuatan pesan Islami. Salah satu wujudnya
adalah pertunjukan dengan para penari berdiri dalam barisan sambil menyanyikan teks
dan menggerakkan badan dalam irama. Kebanyakan teks berisi puji-pujian untuk
Nabi Muhammad dalam bahasa Arab, terkadang diwarnai syair bahasa setempat.
Contoh : Tari Saman (Aceh), Tari Indang (Sumatra Barat). Tari Kotemporer yang
tidak terikat secara ketat dengan tradisi tertentu, tetapi kesan Islam tampil
jelas dengan baik melalui tema atau perangkat pendukung seperti setting, kostum, iringan musik dan
sebagainya. Contoh : “Shor-shor”
karya Tom Ibnur Zaman Invasi Bangsa Barat Pada zaman ini tari-tarian di Indonesia terutama di
Jawa Tengah mengalami kemajuan karena
kerajaan-kerajaan besar kehilangan kekuatan politiknya. Untuk menutup
frustrasinya para raja memusatkan pikirannya pada perkembangan seni budaya termasuk tari-tarian. Bahwa saat
kerajaan Mataram pada abad XVIII ( 1755 - Perjanjian Giyanti) dipecah menjadi
2, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, masing-masing kerajaan mengembangkan tari-tarian untuk
memberikan ciri pada kerajaannya. Salah satu perangkat sebuah kerajaan adalah tarian (abdidalem
bedaya). Zaman Pergerakan Nasional Kesadaran Nasional mempunyai mempunyai akibat yang
baik pada perkembangan tari. Buktinya, tari-tarian istana yang semula hanya
dinikmati dan dipelihara oleh golongan istana dan bangsawan lalu disebarluaskan
dikalangan rakyat. Sejak abad XX seni tari keistanaan tidak menjadi monopoli
istana saja, sebaliknya tari-tarian rakyat mulai mendapat perhatian yang layak.
Zaman Masyarakat Modern Dapat dikatakan bahwa seni tari di Indonesia mengalami perkembangan yang
pesat, seni tari menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri. Wadah-wadah pendidikan tari didirikan oleh pemerintah dari sekolah
setingkat SMA sampai dengan Akademi. Perkembangannya kini menjadi Sekolah
Tinggi/Perguruan Tinggi Seni di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, Bali, Surakarta, Padang Panjang. Tari Kontemporer
Indonesia Istilah
‘Tari Kontemporer’ mengacu pada tari yang lebih mutakhir dibanding tari modern
di Barat (Eropa dan Amerika) yang lebur
sebagai perlawanan terhadap balet klasik yang sudah mapan. Para tokoh tari
modern di barat menganggap balet klasik telah mencapai tahap kemandegan
perkembangan teknik, terlepas dari tema yang seakan selalu berupa dongeng indah
dan tidak menyediakan ruang untuk menafsirkan secara bebas masalah kenyataan
hidup. Banyak penata tari Indonesia yang terpengaruh oleh pembaharuan di
mancanegara, walaupun sebagian besar semula berkarya dalam salah satu gaya tari
tradisi. Beberapa perintisnya antara lain Jojana, Seti - Arti Kailoka, Bagong
Kussudiardjo, Wisnoe Wardana, yang kemudian dilanjutkan oleh generasi yang
lebih muda seperti Sardono W Kusumo, Gusmiati Suid, Tom Ibnur, dan generasi yang sekarang Boy G Sakti,
Miroto, Jacko Siompo Berbicara mengenai seni tari dimasa kini, peranan pasar
dalam hal ini penonton menjadi sangat penting, karena sebagian besar
tari-tarian berfungsi sebagai tontonan meski tari-tarian untuk kepentingan
upacara dibeberapa wilayah masih
diperlukan. Istana bisa tidak lagi berfungsi sebagai ‘patron’, sementara
pemerintah belum bisa mengambil alih peranan istana di masa lalu. Disinilah
seharusnya peranan bisnis diharapkan. Sayangnya kegiatan / pertunjukan tari
belum bisa menjadi bisnis pertunjukan yang menghasilkan keuntungan. Biaya
produksi yang dibutuhkan untuk suatu pertunjukan yang baik belum bisa ditutup
hanya dari penjualan tiket. Diperlukan sponsor dan donatur untuk
terselenggaranya sebuah pertunjukan tari. Untuk itu diperlukan manajemen
kesenian yang profesional agar tercipta karya tari yang berkualitas. (ziz)