Oleh : Julianti Parani, Ph.D
Kesenian Indonesia mencerminkan falsafah ideologi nasionalnya,
Bhineka Tunggal Ika. Ciri-ciri utama dari keterbukaan ini semenjak
pewarisannya pada awal millennium lampau yang telah berkembang menuju
suatu kemeriahan yang multikultural. Kondisi geografis dan pengalaman
sejarah adalah faktor utama dalam proses pembentukannya berhadapan
dengan daur kehidupan dalam berbagai tahap. Bervariasi dari ada yang
sudah tua usianya namun masih tetap vital, dan ada yang telah mengalami
perubahan dengan ekspresi baru yang senantiasa bersemangat bangkit.
Keberadaan kesenian tradisional Indonesia sesuai dengan budaya daerah /
etnik, berjumlah lebih dari tiga ratusan mungkin sampai ribuan,
mayoritasnya tergolong rumpun Malayo-Polynesia, dengan kesamaan akar
yang karakteristiknya dapat bertahan hingga kini. Berkat pengalaman
sejarah, sejumlah budaya dari luar telah beradaptasi ke dalam, seperti
dari Arab, Cina, Portugis, Belanda, dan berbagai budaya dunia lainnya,
yang pada awalnya dapat masukan kuat dari Budaya Hindu pada seni rupa
plastis jaman purba. Pada jaman pra sejarah berbagai peninggalan budaya
dapat dilacak melalui lukisan goa, bangunan tua, dan artefak lainnya
yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Pengaruh dari luar
misalnya dari budaya Hindu India telah muncul pada awal millennium
lampau di Kalimantan, Sumatra, Jawa, dll. Salah satu puncak pengalaman
budaya tsb bisa dikatakan adalah dari Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit
di Jawa. Kemudian penyebaran Islam pada abad 13 telah menjadikan
mayoritas pengaruh budaya tsb di Indonesia. Modernisasi yang bermula
melalui penetrasi orang orang Eropah pada abad 16, telah membangkit seni
modern, yang berkelanjutan seterusnya setelah kemerdekaan. Pewarisan
pada masa pra sejarah adalah tradisi antik dari pengaruh Hindu.
Berikutnya adalah pada berbagai cabang kesenian seperti pada seni
pertunjukan berupa upacara ritual dari berbagai etnik hingga ke
berbagai ekspresi baru / kontemporer yang menguatkan budaya bersumber
dari Bhineka Tunggal Ika Pancasila ideologi bangsa Indonesia. Kemudian
produk seni rupa baik yang tradisional hingga ke dalam berbagai produk
masa kini mencerminkan ekspresi kontemporer. Salah satu peninggalan
ekspresi kesenian kuno adalah lukisan gua di pulau Arguni Papua yang
menggambarkan hubungan yang akrab antara manusia dengan binatang dan
kosmosnya, terlihat seorang laki laki bertopeng kadal melambangkan sang
supernatural nenek moyang agung, pelindung umat manusia. Representasi
banteng yang paling kuno dalam peninggalan arkeologi dari masa perunggu
ditemukan pada dinding dalam dari suatu kuburan di Pasemah Sumatra
Selatan. Suatu perlambangan banteng yang memang tidak asing dalam budaya
Indonesia kini, baik melalui Pancasila maupun dalam politik. Awal
pengaruh Hindu / Buddha terdapat pada salah satu peninggalan berupa
patung perunggu dari Buddha masa Sriwijaya (abad 7 10 masehi) yang
ditemukan sekitar Palembang. Pengaruh Hindu / Buddha selanjutnya adalah
pada kompleks candi paling indah di Jawa, Prambanan (abad 9 10 masehi)
yang pada reliefnya menggambarkan cerita Ramayana. Ekspresi kesenian
sebagai tari-tarian di kerajaan Hindu Jawa yang menghibur para penguasa
sebagaimana terdapat pada relief candi Borobudur, adalah bukti
peninggalan lama dari budaya seni pertunjukan sebagaimana diteruskan
kemudian pada kerajaan Majapahit di Jawa Timur yang menurut catatan abad
14 pada Nagarakertagama, diturunkankan pada budaya kraton Jawa di
Surakarta maupun Yogyakarta. Seni pertunjukan Indonesia banyak yang
terkait dengan upacara ritual sebagai representasi hubungan spiritual
antara manusia dengan Sang Hyang / Roh Agung nya dilakasanakan melalui
prosesi festival, memiliki kualifikasi berkesenian, mengagungkan kraton /
penguasa and even keagamaan / kepercayaan. Ritual Mask Performances:
Kalimantan Hudoq, Bali Brutuk, Asmat Jipae. Aktivitas ini memiliki asal
usul dalam berbagai pesta etnik di daerah ybs, sperti pada pentas
wayang, yang boneka maupun manusia, dan seni pertunjukan topeng.
Pertunjukan wayang memiliki elemen kepercayaan, adat istiadat , mistik ,
pendidikan dan falsafah kehidupan dari lingkungan komunitasnya. Seni
Topeng tersebar di seluruh Indonesia dengan berbagai tujuan ritualistik
yang dihidupkan melalui seni pertunjukan. Pada dasarnya topeng merupakan
manifestasi perlambangan terkait berbagai konsep kepercayaan. Ada yang
merepresentasikan figur nenek moyang, tokoh spiritual yang dihormati,
dsb. Seperti pada topeng Bali Sidakarya atau Topeng Pajegan, maupun
tokoh tokoh signifikan semacam yang terdapat dalam Ramayana. Pengaruh
budaya Islam baik sebagai upacara maupun seni pertunjukan, seperti pada
seni Cakepung dari Lombok, Seudati dari Aceh, Saman dari Gayo. Seni
pertunjukan berupa kreasi baru dan seni kontemporer banyak tumbuh
setelah kemerdekaan terutama tahun 1980an yang banyak masih dilhami
berbagai budaya tradisi etnik, seperti dari Sunda di Jawa Barat, Bali,
Kratong Jawa, Papua, Bugis dari Sulawesi Selatan, Betawi dari Jakarta,
Minangkabau dari Sumatra Barat, sebagaimana terdapat dalam festival
Nusantara. Tari-tari dari seni pertunjukan budaya Melayu disekitar
wilayah Nusantara sebagaimana terdapat di Riau, Jambi, Kalimantan,
maupun hingga ke berbagai Negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan
Singapura. Berbagai kreasi baru terutama dengan munculnya seniman dari
berbagai sekolah kesenian di Jakarta, Bandung, Yogya, Solo, Denpasar,
Padang Panjang dsb yang baik diilhami budaya etnik maupun sudah mendapat
pengaruh luar, baik yang klasik, pop, kontemporer seperti, Ballet
Eropah, Modern Dance USA, Hip Hop, dsb. a.l. Panji Sepuh karya Sulistyo
Tirtikusumo, Zapin dari Tom Ibnur, Minangkabau dari Benny Kresnadi,
Nirkata dari Julianti P, Semar dari Bagong Kusudiardjo, dl. Teater
Kontemporer Indonesia gaya teater Barat yang mengadaptasi bentuk
tradisional dari Indonesia maupun luar Indonesia, seperti Teater
Gandrik, Jayasuprana dari Teguh Karya, Odipus Rex dari W.S.Rendra, Ozon
dari Arifin C Noer, Mdm White Snake dari Teater Koma- Riantiarno.
Ensembel musik traditional dari Jawa Bali seperti pada musik Gamelan.
Klasik Barat, kontemporer, maupun popular dengan rasa etnik seperti
karya Sawung Jabo, Ireng Maulana, Trio Bimbo, Harry Rusli . Dalam
perkembangan Seni Rupa Indonesia memiliki tradisi panjang dalam sejarah
sejak jaman pra sejarah, seperti pada lukisan gua, relief pengaruh
Hindu-Buddha, Tionghoa, Islam, dan Barat. Karya kesenian dan kerajinan
rakyat lokal sebagaimana dapat terlihat pada, tulisan emas, textil/
ikat, kerajinan keranjang dan metal, kerajinan tembikar dan lukisan
kaca. Lukisan bergaya Renaissance dari Raden Saleh pada abad 19 dan dari
tokoh seniman modern seperti Dullah, Affandi, Sidjojono, Djoko Pekik,
Hendra. Ekspresi kesenian yang baru menampilkan kedatangan teknologi
maju setelah 1970an, memberi inspirasi pada karya seni instalasi yang
cenderung berkaitan dengan filsafat dan kesadaran serta keprihatinan
sosial masa kini. Gaya pascamodern / postmodernism kelanjutan dari
modernism, berkembang marak, meski gaya tradisional masih tetap
dilaksanakan baik dalam prakteknya maupun inspiratif, seperti pada karya
Gregorius Sidharta, Rita Widagdo, Nyoman Nuarta, Wayan Cemul. Seni
Instalasi dari Isa Perkasa - Menuju Monumen Beton, Krisna Murti - Let
the Rock be the Rock. Dadang Christanto - Violence, Andur Manik- Portret
Diri, Tonny Haryanti - the Noisy Family, Anusapati - Presence Versus
Exploit. Monumen dalam ruang publik: Nyoman Nuarta - Non Aligned
Countries, Edhi Sunarso & Trubus - Selamat Datang, Edhi Sunarso-
Dirgantara, Gregorius Sidharta-Tonggak Samudra, But Muhtar -Persatuan,
Silaban & Soedarsono-Monas. (ziz)
Reference:
Holt, Claire, Art in Indonesia, Ithaca, Cornell
University Press, 1967, Sedyawati, Edi, ed. Indonesian Heritage volume
8. Performing Arts. Singapore, Editions Didier Millet, 1998, Soemantri,
Hilda, ed. Indonesian Heritage volume 7. Visual Arts. Singapore,
Editions Didier Millet, 1998, Spanyaard, Helena, Modern Indonesian
Paintings, Meppel, Giethoorn ten Brink-Sotheby, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar